27 Mei 2006

Jalan dan trotoar (1)



Kadang saya herang melihat apa yang terjadi di sekitar habitat hidup saya. Ketika keluar dari kos-kosan suatu pemandangan risih yang selalu terlihat, terutama pada malam hari. Bukan karena pemandangan itu "aneh" seperti yang sekarang terus marak di TiPi, tentang pornografi atau pornoaksi. Bukan juga pemandangan tentang suatu lukisan yang aneh yang tidak dapat diterjemahkan oleh orang awam semacam saya. Tetapi hanyalah pemandangan tentang bagaimana manusia berjuang untuk mempertahankan hidupnya.

Terus terang saja, saya yang saat ini kos (lebih tepatnya ngontrak rumah bareng temen-temen) ketika malam hari selalu disuguhi dengan ketidakadilan akan hak-hak yang telah diberikan apakah itu oleh masyarakat atau oleh pemerintah itu sendiri. Hak yang diberikan kepada masyarakat telah diingkari oleh masyarakat sendiri. Entah itu masyarakat dalam konteks manusianya yang sama atau manusianya yang berbeda. Namun kecenderungannya nampaknya lebih kepada kelompok manusia yang berbeda.

Ya, yang terjadi adalah pengambilan hak manusia yang selayaknya mendapatkan jatah untuk berjalan di atas trotoar oleh pedagang kaki lima. Mungkin hal ini masih bisa dimaklumi jika yang berjualan hanyalah satu dua orang. Namun yang terjadi adalah pedagang kaki lima yang semuanya berjualan diatas trotoar sepanjang jalan Babakan Raya. Tidak i
tu saja, pengambilan hak secara tidak langsung dilakukan juga oleh para pemilik kios makanan. Panas yang ditimbulkan dari kompor mereka turut membuat malas bagi pada pejalan kaki untuk memanfaatkan trotoar sebagai tempat jalan mereka. Nampaknya tujuan dari pembangnunan trotoar perlu dikaji ulang lagi, apakah memang diperuntukkan bagi pejalan kaki ataukah bagi para pedangan kaki lima.

Beberapa contoh lain yang juga masih berkutat dalam lingkup pedagang kaki lima dan kios di Bara adalah perilaku yang kurang terpuji yang memang seharusnya tidak mereka lakukan, yakni pembuangan sampah secara sembarangan, terutama sampah organik, misal sisa makanan, minuman, de el el. Hal ini menambah kotor lingkungan disekitarnya. Apalagi jika kita sudah berbicara masalah selokan yang berada di bawah atau di depan, tempat jualan mereka. Selokan yang sedianya dibangun untuk melancarkan sanitasi malah berubah menjadi tempat sampah yang seakan-akan mempunyai ban berjalan yang dapat membawa sampah diatasnya untuk dipindahkan ke tempat yang lain (semoga ini bisa menjadi inspirasi untuk membuat tempat sampah dengan ban berjalan yang dapat mengumpulkan sampat dari berbagai penjuru). Hal ini seharusnya menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah desa Babakan untuk mengatur meraka agar lebih tertib dalam berdagang, dalam memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan (environmental impact) maupun terhadap manusianya (social impact) (atau kalau perlu harus mempunyai ISO 14000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar